Sejarah Liga 1 Indonesia - Kalau ngomongin sepak bola nasional, salah satu hal yang pasti selalu bikin penasaran adalah perjalanan panjang kompetisi tertinggi di Tanah Air. 

Dari zaman Perserikatan, Galatama, sampai akhirnya lahir Liga 1 yang kita kenal sekarang, perjalanan sepak bola Indonesia nggak bisa dibilang mulus. 

Penuh drama, konflik, dualisme, bahkan sampai kena sanksi FIFA. Tapi di balik semua itu, ada banyak cerita menarik yang bikin kita paham betapa dinamisnya sepak bola di negeri ini.

Dalam artikel ini, kita bakal bahas panjang lebar soal sejarah Liga 1 Indonesia, mulai dari awal mula penyatuan kompetisi, drama dualisme, intervensi pemerintah, sampai akhirnya liga ini benar-benar menemukan bentuk barunya.

Awal Mula Sejarah Liga 1 Indonesia

1. Awal Mula: Perserikatan dan Galatama Menjadi Liga Indonesia

Perjalanan panjang menuju sejarah Liga 1 Indonesia dimulai pada tahun 1994, ketika PSSI mengambil keputusan bersejarah: menggabungkan dua kompetisi berbeda, yaitu Perserikatan dan Galatama, menjadi Liga Indonesia.

Perserikatan sendiri adalah liga amatir yang sangat populer di kalangan masyarakat karena klub-klubnya mewakili daerah atau kota. 

Sementara Galatama adalah liga semi-profesional yang diisi oleh klub-klub modern dengan sistem manajemen lebih teratur, tapi kurang populer di kalangan fans.

Penggabungan ini bukan sekadar formalitas, tapi juga cara untuk menyatukan fanatisme khas Perserikatan dengan profesionalisme Galatama. 

Formatnya pun dibuat kombinasi: babak grup ala Perserikatan, lalu semifinal dan final seperti di Galatama. Dari sinilah sistem kompetisi sepak bola nasional mulai punya fondasi baru.

2. Era Baru: Lahirnya Indonesia Super League (2008)

Setelah bertahun-tahun Liga Indonesia berjalan, pada 2008 lahirlah Indonesia Super League (ISL) yang disebut-sebut sebagai tonggak modernisasi sepak bola nasional. 

ISL diikuti 18 klub pada musim perdana, dan gol pertama kompetisi ini tercipta lewat kaki Ernest Jeremiah dari Persipura Jayapura saat melawan Sriwijaya FC.

Beberapa klub besar yang jadi peserta awal antara lain Persipura, Persib, Arema, Persija, Sriwijaya FC, hingga PSM Makassar. 

Sayangnya, beberapa klub seperti Persiter Ternate dan Persmin Minahasa gagal lolos verifikasi. ISL dianggap lebih profesional dari kompetisi sebelumnya, dengan standar baru yang lebih ketat untuk klub peserta.

3. Dualisme Kompetisi: Konflik Besar di Sepak Bola Indonesia

Namun, perjalanan sejarah Liga 1 Indonesia tidak selalu mulus. Tahun 2011 menjadi titik kelam karena lahirnya dualisme liga. 

Saat itu, PSSI menunjuk PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) untuk menggantikan PT Liga Indonesia sebagai operator liga. Hasilnya, muncullah Liga Prima Indonesia (IPL) yang berjalan berbarengan dengan ISL.

Situasi makin kacau karena beberapa klub memilih ikut ISL, sementara lainnya ikut IPL. Bahkan ada juga yang berpindah-pindah. 

Akibatnya, selama beberapa musim, sepak bola Indonesia terpecah dua. FIFA dan AFC sempat mengakui IPL, sementara ISL dianggap ilegal, tapi justru ISL yang tetap populer dan diminati penonton.

Dualisme ini benar-benar bikin sepak bola Indonesia kehilangan wibawa di mata dunia, ditambah lagi banyak konflik internal di tubuh PSSI.

4. Intervensi Pemerintah dan Sanksi FIFA

Drama belum berhenti sampai di situ. Tahun 2015, pemerintah lewat Menpora saat itu, Imam Nahrawi, melarang PSSI menjalankan kompetisi. 

Alasannya, ada persoalan verifikasi klub-klub yang dianggap belum beres. Keputusan ini memicu konflik baru karena PSSI tetap ngotot menjalankan liga.

FIFA pun turun tangan dan memberikan sanksi berupa suspensi selama satu tahun kepada Indonesia. 

Efeknya, semua kegiatan sepak bola internasional harus dihentikan, termasuk partisipasi timnas di ajang resmi. 

Selama masa pembekuan, berbagai turnamen alternatif seperti Piala Presiden dan Piala Bhayangkara digelar, tapi tidak diakui FIFA.

Suspensi akhirnya dicabut pada 2016 setelah pemerintah dan PSSI mencapai titik temu. Untuk sementara, Indonesia Soccer Championship (ISC) dijalankan sebagai kompetisi penuh, dengan Persipura Jayapura keluar sebagai juara.

5. Perubahan Nama: Lahirnya Liga 1 (2017)

Momen besar dalam sejarah Liga 1 Indonesia terjadi pada 2017. Saat itu, kompetisi resmi kasta tertinggi di Tanah Air resmi berganti nama menjadi Liga 1. 

Nama-nama divisi lain pun ikut berubah: Divisi Utama menjadi Liga 2, dan Liga Nusantara berubah menjadi Liga 3.

Operator liga juga berganti dari PT Liga Indonesia menjadi PT Liga Indonesia Baru (LIB). Pada musim perdana, Bhayangkara FC keluar sebagai juara dengan kontroversi karena unggul head-to-head atas Bali United meski poin sama. Hal ini memicu banyak perdebatan karena Bhayangkara dianggap klub tanpa basis suporter besar.

Namun, perubahan nama ini jadi titik awal kembalinya stabilitas kompetisi. Klub-klub besar seperti Persija Jakarta (juara 2018), Bali United (juara 2019), hingga PSM Makassar dan Persib Bandung kembali bersaing di level tertinggi dengan dukungan fanbase yang semakin solid.

6. Pandemi COVID-19: Musim Terhenti dan Sistem Bubble

Sejarah juga mencatat bagaimana Liga 1 terkena dampak pandemi COVID-19. Musim 2020 resmi dibatalkan, sementara musim 2021–2022 harus berjalan dengan sistem bubble. 

Semua tim ditempatkan di satu wilayah, dan tidak ada yang bermain di kandang sendiri. Langkah ini diambil agar kompetisi bisa tetap berjalan tanpa menciptakan klaster penyebaran virus baru.

Meski terasa aneh tanpa atmosfer kandang-tandang, setidaknya kompetisi tetap berlangsung dan sepak bola Indonesia tetap hidup di tengah situasi global yang sulit.

7. Tragedi Kanjuruhan dan Musim Tanpa Degradasi

Musim 2022–2023 juga menjadi bagian kelam dalam sejarah Liga 1 Indonesia. Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, menewaskan ratusan orang dan jadi salah satu bencana terbesar dalam sejarah sepak bola dunia. 

Dampaknya sangat besar, kompetisi sempat terhenti, dan keputusan diambil untuk menyelesaikan musim tanpa degradasi.

Peristiwa ini jadi titik balik besar yang memaksa semua pihak mengevaluasi serius soal manajemen pertandingan dan keamanan stadion.

8. Format Baru dan Wakil Pulau (2023–2025)

Musim 2023–2024 memperkenalkan format baru berupa playoff kejuaraan setelah musim reguler. 

Format ini menambah tensi kompetisi, karena persaingan juara tidak hanya ditentukan di klasemen reguler, tapi juga lewat fase knockout.

Kemudian, musim 2024–2025 menandai era baru di mana untuk pertama kalinya setiap pulau di Indonesia punya wakil di Liga 1. Hal ini dianggap langkah penting untuk pemerataan sepak bola nasional.

9. Perubahan Nama Kedua: Liga Super (2025)

Akhirnya, di 2025, kompetisi kasta tertinggi Indonesia kembali berganti nama, kali ini menjadi Liga Super. 

Liga 2 juga ikut berganti nama menjadi Kejuaraan. Operatornya pun berganti dari PT LIB ke I-League.

Pergantian nama ini diharapkan bukan cuma jadi formalitas, tapi juga menandai wajah baru kompetisi yang lebih profesional, modern, dan mampu bersaing dengan liga-liga Asia lainnya.

Perjalanan panjang sejarah Liga 1 Indonesia menunjukkan bahwa sepak bola di negeri ini bukan hanya soal pertandingan 90 menit, tapi juga soal dinamika politik, konflik kepentingan, dan perjuangan menuju profesionalisme. 

Dari era Perserikatan hingga kini menjadi Liga Super, banyak drama, tragedi, dan kebangkitan yang mewarnai.

Kini, dengan format dan wajah baru, harapan besar diletakkan pada kompetisi ini agar benar-benar bisa menjadi wadah lahirnya pemain-pemain berkualitas, serta memberikan tontonan yang layak bagi jutaan penggemar sepak bola Indonesia.

Kalau kamu, momen mana dari sejarah Liga1Indonesia yang paling membekas di ingatanmu?