Perdebatan seputar Jordan Henderson dan tempatnya di tim nasional Inggris sama tak kenal lelahnya dengan mesin lari sang gelandang. 

Dipanggil kembali oleh pelatih Thomas Tuchel dalam langkah yang awalnya mengejutkan banyak pihak, mantan kapten berusia 35 tahun ini telah menjadi sosok yang konsisten dalam skuad Three Lions, memicu bisikan bahwa perannya bukan lagi soal kontribusi di lapangan, melainkan lebih tentang "kepemimpinan" dan menjadi "pemandu sorak".

Kini, sang pemain itu sendiri membalas, menanggapi para kritikusnya dengan kejujuran seorang pemain yang telah memenangkan setiap gelar klub utama dan sangat ingin membuktikan kemampuannya masih kelas dunia.

Tudingan 'Pemandu Sorak'

Kritik tersebut menguat setelah Tuchel, setelah pengangkatannya, membuat keputusan mengejutkan untuk membawa kembali Henderson setelah 16 bulan pengasingan internasional di bawah mantan manajer Gareth Southgate. 

Baca juga: Pickford Bela Keputusan Tuchel Panggil Henderson ke Timnas Inggris

Sementara Tuchel secara terbuka memuji Henderson memiliki mental pemenang dan menunjuk pada pengalamannya yang luar biasa—penghargaan yang jelas untuk karakternya—minimnya menit bermain yang dicatat Henderson dalam empat penampilan pertamanya di bawah pelatih Jerman itu memicu narasi bahwa ia hanya ada di sana untuk dinamika ruang ganti.

Berbicara menjelang pertandingan Inggris yang akan datang, Henderson dengan tegas menolak gagasan ini.

"Saya telah menunjukkan apa yang bisa saya lakukan untuk Inggris selama bertahun-tahun dan saya masih bermain di level tinggi," kata Henderson kepada wartawan. "Di luar sana, orang bisa berpikir apa pun yang mereka inginkan—media atau siapa pun."

Dia secara langsung menantang ide bahwa seorang manajer dengan kaliber Thomas Tuchel hanya akan menyia-nyiakan tempat skuad karena sentimen. 

"Orang yang paling penting adalah manajer, staf pelatih, dan para pemain. Tanyakan kepada mereka apa yang mereka pikirkan; apakah saya seorang pemandu sorak ketika saya di sini," tegasnya. "Saya rasa salah satu manajer terbaik di Eropa tidak akan memilih saya hanya untuk melakukan itu."

Kembalinya ke Brentford Jadi Kunci

Kepulangan Henderson ke Premier League bersama Brentford musim ini memberinya bukti nyata untuk mendukung klaimnya bermain di "level tinggi." 

Menyusul periode sulit di Al-Ettifaq di Liga Pro Saudi dan singgah sebentar di Ajax, gelandang tersebut dengan cepat memantapkan dirinya sebagai distributor kunci bagi klub barunya.

Baca juga: Henderson Yakin Bisa Berkontribusi untuk Brentford

Statistiknya di Brentford menunjukkan ia bukan sekadar penumpang. Ia sering berada di antara pemain top tim untuk distribusi bola, termasuk membuat banyak umpan yang memecah garis pertahanan—sebuah metrik yang menggarisbawahi nilainya yang berkelanjutan sebagai playmaker bertahan yang mahir secara teknis.

"Saya di sini untuk berperforma—entah itu dalam latihan setiap hari, entah itu ketika saya di lapangan. Tugas utama saya adalah berkinerja untuk tim dan membantu tim," ujarnya.

Babak Sulit dan Fokus Piala Dunia

Henderson juga sempat merefleksikan dua tahun sulit setelah kepergian emosionalnya dari Liverpool pada 2023, mengakui bahwa dalam retrospeksi, ia "mungkin akan membuat keputusan yang berbeda." Dia menggambarkan meninggalkan Anfield terasa seperti "putus cinta" yang menyakitkan.

Meskipun terjadi gejolak, fokusnya tetap tertuju pada masa depan, menargetkan tempat di skuad Piala Dunia musim panas mendatang, saat ia berusia 36 tahun.

Kepercayaan Tuchel pada Henderson tampaknya tulus, berakar dari laporan pemain dan staf tentang pengaruhnya, termasuk hubungannya yang dekat dengan bintang kunci Jude Bellingham. 

Namun bagi Henderson, pesannya jelas: kualitas dari kepemimpinan adalah bonus; tempatnya diperoleh dari kemampuannya di lapangan, dan ia bertekad untuk membungkam para kritikus yang berpendapat sebaliknya.

Buat kamu yang gak mau ketinggalan berita-berita menarik serta trivia unik seputar olahraga dari mulai sepak bola, basket, hingga MotoGP, yuk gabung channel Whatsapp official Yuk Sports DI SINI!